How Horse Can Change My Life

Helmet, Boot, dan Breech terpasang rapih di badan. Whip sudah berada di genggaman dan Banyu, kuda jenis G3 saya, sudah siap menunggu di lapangan. Target latihan hari ini: harus bisa Canter dengan lancar menggunakan Banyu agar minggu depan sudah latihan Jumping.

Banyu bukanlah kuda yang mudah untuk diperintah. Dia harus punya keterikatan dan Chemistry yang kuat terlebih dahulu dengan orang yang ia tumpangi. Ia tak akan menurut begitu saja. Caranya menolak perintah memang tidak kasar, jika anda bukan tipenya ia akan menolak dengan cara halus dalam bentuk kemalasan bergerak. Butuh dua kali jam latihan bagi saya untuk bisa memaksa banyu berlari kencang dengan gaya Canter.

Saya memang pendatang baru di dunia berkuda. Baru satu tahun ini saya mencoba berkenalan dengan olahraga yang terbilang jarang diminati di Indonesia ini. alasan saya bergabung hanya satu : Sunah dari Nabi Muhammad SAW, Manusia nomer satu paling saya kagumi.

Berkuda sendiri ada banyak jenisnya. Saya memilih Equestrian karena komunitasnya tersedia di Kampus saya Universitas Indonesia. Kami tergabung dalam komunitas yang diberi nama UI Equestrian (UIE). 
Berkuda sedikit banyak mengubah pola hidup saya. Selain sehat, ternyata berkuda juga melatih emosi. Seorang penunggang kuda harus berlatih untuk mengendalikan emosinya saat berada di atas kuda. Karena tingkah laku hewan ini sering kali membuat takut orang yang baru menaikinya. Terkadang mereka akan membawa kita lari begitu saja, kadang menendangkan kaki belakangnya (Bucking) sehingga membuat tubuh sedikit terpental kedepan, dan lain sebagainya. Namun, jika kita memiliki ketenangan dan pandai membangun koneksi dengan kuda hal-hal tersebut mudah saja diatasi. 

Olahraga ini juga mengajarkan saya tentang kekuatan Partnership. Contohnya saja jika saya dan banyu sudah terkoneksi dengan baik, mudah saja bagi saya menjalankan perintah-perintah yang diminta pelatih. Saat mengendarainya saya dituntut untuk menjadi partner bagi banyu, bukan bos. Kami sama-sama membutuhkan satu sama lain. Saya butuh tenaga banyu untuk berlari dan meloncat, sementara Banyu butuh arahan dari saya. 

Uniknya, Komunikasi saya dengan Banyu tidak berbicara dengan manusia yang cukup dengna kata-kata. Butuh kemampuan Komunikasi non-verbal. Mereka akan memahami kita dari setiap gerak-gerik tubuh kita diatas punggungnya. Mungkin saya bisa salah, tapi itulah yang saya rasakan di atas kuda. Mulai dari bagaimana kaki saya menggenggam punggungnya, sampai dengan Whip yang saya tempelkan di pantatnya, walaupun sedikit. 

Satu lagi hal yang menyenangkan dari pengalaman saya berkuda adalah pertemananya. Saya bertemu teman-teman di UKM berkuda yang cukup hangat. Pelatihnya juga tidak segan memperlakukan kami sebagai rekan sebaya. Beberapa orang yang saya temui di tempat latihan bahkan menjadi teman akrab di luar stable, dan sampai saat ini kami masih menjalin pertemanan yang cukup hangat. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer