Kisah Cinta Batang Pohon Kurma


Dahulu, di bagian depan Masjid Nabawi, ada sebatang pohon kurma yang biasa Rasulullah SAW sandari saat sedang berkhotbah, memberikan taklim, atau membacakan wahyu kepada para sahabatnya. Tidak jarang pula beliau memeluk batang pohon itu sambil mengajari para sahabat-sahabatnya.  

Melihat kebiasaan gurunya itu, para sahabat kemudian berinisiatif membuat sebuah mimbar agar sang Nabi dapat berbicara dengan posisi yang lebih baik menurut mereka.

Sampai pada suatu hari di hari jum’at, seluruh orang yang berada di dalam masjid mendengar isak tangis yang sangat menyayat hati. Suara itu begitu kencang seperti tangisan anak kecil. Setelah diselidiki, ternyata tangisan itu berasal dari pohon kurma tempat Rasulullah SAW biasa bersandar sebelum dibuatkan mimbar oleh para sahabat.
Mengetahui hal tersebut, Nabi dengan sigap memeluk pohon tersebut dengan penuh kasih sayang. perlahan demi perlahan kemudian meredalah suara tangisan itu dan hanya tersisa isak tangis layaknya anak kecil yang sedang diredakan tangisannya dan kemudian tak lama akhirnya pohon itu  terdiam.
Pohon Kurma yang tak diberi hati bisa rindu kepada baginda nabi
Kawan, sungguh cerita yang berasal dari hadits Bukhari di atas harusnya menjadi sentilan bagi kita. Ibnu Hajar Al-Atsqolani dalam kitabnya Fath Al-Bari mengatakan :
“Wahai kaum muslimin, batang kurma saja bisa merintih karena rindu bertemu Rasulullah SAW. Kalian harusnya lebih berhak rindu kepada beliau.” (Fath Al-Bari, 6: 697).

Sebatang pohon kurma yang tidak diberikan hati, perasaan, ataupun hawa nafsu seperti yang dimiliki manusia, dapat begitu rindu dengan sosok Rasulullah SAW, meskipun baru ditinggal dalam waktu yang singkat.  

Allah SWT. berfirman :
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)

Sungguh amat mulia sifat Muhammad SAW yang digambarkan dalam ayat tersebut. Ia tidak rela jika kesengsaraan menimpa umatnya. Bagi beliau lebih baik beliau sendiri yang menderita daripada umatnya yang merasakan penderitaan itu. Ia sangat menginginkan nikmat iman tertanam dalam diri kita agar kita terhindar dari azab Allah SWT sehingga beliau berusaha keras untuk memberi petunjuk kepada kita. Itulah bentuk kasih dan sayang beliau kepada orang-orang mukmin.  

Suatu hari, Rasulullah SAW. mencurahkan perasaannya kepada para sahabat dengan berkata, “Aku rindu kepada saudara-saudaraku.”
Para sahabat bingung dan bertanya, “Wahai Rasulullah SAW. bukankah kami saudara-saudaramu?”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Saudaraku adalah orang yang belum pernah melihatku, tapi mereka beriman kepadaku.”

Allahuma sholli ‘ala Muhammad. Sudahkah tertanam rasa rindu itu dalam diri kita? Jika kekasih Allah itu saja rindu kepada kita, mengapa kita tidak rindu kepadanya? Meskipun tidak dapat melihat wajah Rasulullah SAW tapi keimanan akan mengantarkan kita kepada kerinduan yang suci itu. Bagaimana caranya?
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku. Niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).
Allah SWT dalam ayat ini bahkan menjadikan keteladanan Rasulullah SAW sebagai sarana mencintai-Nya. Sungguh kekasih Allah itu, maha pantas dijadikan teladan hidup bagi semua manusia.

Allahuma sholli ‘ala Muhammad.
Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan Populer