Kenapa kita tidak pernah puas?

Tiga tahun lalu kawan saya, Mahmud, mendambakan memiliki sepeda motor sendiri. Ia pikir jika mempunyai sepeda motor sendiri dan tidak bergantung kepada kendaraan milik orangtua akan mendidiknya hidup lebih mandiri, dan membuat mobilisasinya lebih mudah karena tak harus bergantian pakai dengan siapapun. 

Alhamdulillah setelah beberapa bulan, Mahmud sudah memiliki sepeda motor sendiri. Seiring waktu berjalan Mahmud merasa jenuh naik sepeda motor. Ternyata duduk tegak lama-lama di atas jok membuat punggung Mahmud pegal. Dia berpikir ia butuh motor yang lebih cepat, sehingga perjalanan yang ditempuh tidak berlangsung membosankan dan terlalu lama di jalan. Mahmud pun mendambakan hal baru : Motor Gede 250 CC

Tidak lama setelah fikiran Mahmud mendambakan motor itu terlintas, kakaknya meminjaminya Sepeda Motor bermerk Yamaha dengan CC lumayan besar. Motor itu sangat Mahmud banggakan dan manfaatkan semaksimal mungkin. Setidaknya berlangsung satu bulan setelah pemakaianya ternyata Mahmud bosan. Dia kemudian mendambakan sesuatu yang lebih besar lagi : Mobil Pribadi.


Saya yakin hal ini bukan hanya terjadi dengan Mahmud. Mahmud hanya ilustrasi bagi Jutaan manusia lainya yang juga merasakan hal sama. Menurut saya tidak salah memang mendambakan sesuatu yang lebih dari apa yang kita punya sekarang. Tapi jika hal tersebut melebihi kemampuan kita, dan membuat kita memaksakan kehendak untuk bisa meraihnya, saya rasa akan berbahaya nantinya. Berhutang adalah jebakan yang empuk bagi orang seperti ini.

Padahal jika kita bisa sedikit bersyukur dengan apa yang kita miliki, semua akan baik-baik saja. Seringkali kita lupa untuk mensyukkuri apa yang sudah dimiliki dan mendambakan sesuatu yang bahkan tidak kita butuhkan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabanya adalah karena manusia memiliki Hawa Nafsu.

Nafsu yang dituruti bisa diibaratkan seperti seseorang yang sedang kehausan. Kemudian orang itu diberikan segelas air lautuntuk diminum. Bukanya hilang rasa haus tersebut, malah semakin menjadi-jadi. Terus menerus ia diminumi air laut sampai perutnya kembung, tapi belum hilang hausnya itu. 


Nabi Muhammad SAW pernah menyinggung hal ini dalam sabdanya : 


“Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438)

Lantas bagaimana melatih diri agar menjadi manusia yang pandai Bersyukur? Perlu anda tahu, bahwa orang sekaliber Nabi Sulaiman AS saja masih berdoa kepada Allah SWT agar menjadi hamba yang pandai bersyukur.  Dalam Surat An-naml Allah SWT memfirmankan perkataan Nabi Sulaiman AS :


“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni’mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai. dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh” (QS. An-Naml[27]: 19)


Sengaja memang doa tersebut dicantumkan dalam Al-qur’an agar kita yang membaca bisa mengikuti untuk membaca doa di atas. Anda bisa membacanya sehabis sholat, atau di waktu-waktu mustajab seperti ketika hujan, berbuka puasa, dan lain sebagainya.


Nabi Muhammad SAW pun mengajarkan kita bagaimana caranya supaya bisa menjadi manusia yang pandai bersyukur. Dalam sabdanya beliau mengucapkan :


“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Apa anda punya cara lain supaya bisa hidup dengan penuh syukur? Koreksi saya bila salah





Komentar

Postingan Populer